Sunday 25 October 2009

Detik-detik Kepergian Rasulullah SAW

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang
berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya
masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak
mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku
sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan
badan dan menutup pintu.
Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang
ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada
Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?"
"Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru
sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.
Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan
pandangan yang menggetarkan.
Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah
anaknya itu hendak dikenang. "Ketahuilah, dialah
yang menghapuskan kenikmatan sementara,
dialah yang memisahkan pertemuan di dunia.
Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah,
Fatimah pun menahan ledakan tangisnya. Malaikat
maut datang menghampiri, tapi Rasulullah
menanyakan
kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya.
Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya
sudah bersiap di atas langit dunia menyambut
ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril,
jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?" Tanya
Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-
pintu langit telah terbuka, para malaikat telah
menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar
menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu
ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega,
matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak
senang mendengar khabar ini?" Tanya Jibril
lagi. "Khabarkan kepadaku bagaimana nasib
umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul
Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman
kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa saja,
kecuali umat Muhammad telah berada di
dalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail
melakukan
tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak
seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-
urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit
sakaratul maut ini." Perlahan Rasulullah mengaduh.
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya
menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan
muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan
wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat
pengantar wahyu itu. "Siapakah yang sanggup,
melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah
mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan
lagi. "Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan
saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan
pada umatku. "Badan Rasulullah mulai dingin, kaki
dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya
bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali
segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis-
shalaati, wa maa malakat aimaanukum -
peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang
lemah di antaramu." Diluar, pintu tangis mulai
terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.
Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali
kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah
yang mulai kebiruan.
"Ummatii, ummatii, ummatiii!" - "Umatku,
umatku, umatku"

Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang
memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita
mencintai sepertinya? Allaahumma sholli 'alaa
Muhammad wa baarik wa sallim 'alaihi. Betapa
cintanya Rasulullah kepada kita.